Change is Unavoidable

Written by Mariani Ng Posted in Mariani Ng on Monday, 30 June 2014.

Change is Unavoidable

Observe your surrounding.

The earth is restless and change is unavoidable.

 

Dua kalimat di atas saya petik dari museum di kota Anchorage, Alaska ketika berkunjung ke sana beberapa hari lalu (tengah Juni 2014). Kalimat-kalimat yang menjadi salah satu filosofi hidup penduduk asli di Kutub Utara nan dingin ini. Suku Eskimo dan juga beberapa suku lainnya.

 

Cerita tentang perubahan.

Change is unavoidable.

Gaung perubahan ini semakin santer digaungkan di Indonesia sejak 8-10 tahun lalu. Bahwa kita perlu berubah, bahwa sistem perlu berubah, bahwa budaya mulai bergeser .. dan sejenisnya, dan sebagainya. Banyak orang lalu mulai berpikir untuk berubah via program2 pengembangan diri yg sekarang ini semakin banyak bermunculan. Self-development. Perusahaan2 yg awalnya lebih berfokus pada perubahan (baca: perbaikan) sistem dan pengembangan teknologi sekarang juga sudah banyak memperhatikan pengembangan diri para SDM dalam perusahaan. 

 

Tapi, apakah cukup hanya begitu saja? Mengikuti program training berarti sudah mengikuti perubahan?

Mengikuti program coaching satu periode berarti sudah aman dari perubahan?

Jawabannya: Tidak!!

Bahkan sekalipun telah terjadi perubahan pasca mengikuti training dan coaching. Tetaplah tidak cukup.

 

The earth is restless. 

Bumi tidak (pernah) beristirahat. Selama Bumi masih berputar, perubahan masih terus terjadi. Apa yg dikira sudah berubah di saat ini masih akan berubah lagi. Kalimat2 di atas bukan hasil pemikiran teknologi atau hipotesa belaka. Saya amati di museum tersebut, para tetua suku di Alaska itupun sudah menggaungkannya sejak beberapa abad lalu. Mereka sudah menyadari pentingnya perubahan ini dari generasi ke generasi, dalam bentuk yg bersahaja dan bersahabat dengan alam. Perubahan ini dikaitkan dengan keselarasan dengan alam dan keluarga. Harmoni. Sederhana.

 

Saya teringat pada salah satu kutipan filosofi Cina kuno, bahwa kosong adalah isi dan isi adalah kosong. Sulit memahami ini pada awalnya. Almarhum ayah saya yg memperkenalkan filosofi ini, bahwa tidak ada yg permanen. Apa yg dikira kosong 1 detik lalu tidak akan sama kosongnya pada detik berikutnya. Ada perubahan daya tarik bumi, ada gesekan massa. Saat itu saya sedikit mengerti dan mengira terkait dengan kebendaan saja, fisika.

 

Belakangan, saya pahami bahwa filosofi itu juga berlaku pada manusia. Contoh sederhana: saya yang 1 detik lalu beda dengan detik berikutnya karena dalam waktu 1 detik dua telunjuk saya telah mengetik beberapa huruf di smartphone ini. Bukankah demikian?

 

Beberapa tahun lalu saya pernah kaitkan kalimat 'kosong adalah isi dan isi adalah kosong' pada sikap seseorang. Dalam salah satu artikel saya tulis bahwa bila memang selalu ada perubahan, apa yang sebenarnya kita pertahankan ketika kita berkeras hati? Apalagi sampai terjadi gesekan argumentasi dan konflik dengan orang lain. Toh semuanya juga akan berubah lagi. Dalam tulisan itu saya ingin mengajak pembaca untuk lebih menghargai makna atas setiap waktu yang terjadi. Karena ketika berlalu, waktu itu tidak akan pernah terulang lagi, pengalaman yg sama tidak akan terjadi lagi. Every moments count. Kita tidak pernah bisa minta mengulangi apalagi memperbaiki masa-masa yang sudah lewat. Life goes on. Pertanyaannya adalah apa yang mau kita isi atas waktu demi waktu tersebut. Karena ketika waktu berubah, ada satu yang bisa kita pertahankan, makna. Kita ini makhluk pemberi makna/arti. Semua hal semua kejadian kita beri arti, dan arti-arti inilah yg menentukan respon kita berikutnya. 

 

Ketika mulai menyadari hal ini, orang2 mulai belajar memberi arti dan makna. Kejadian demi kejadian, pengalaman demi pengalaman. Di sini mulailah area pengembangan diri masing2. Seseorang yg tadinya hanya hidup melewati hari demi hari dengan monoton sekarang mulai dinamis lewat makna2 yg diberikan. Bahwa kita yg menentukan masa depan kita sendiri. Bahwa kita menentukan cara kita memberi respon atas setiap kejadian. Bahwa kita perlu hidup lebih berarti lagi. Memang!! Kita punya pilihan ketika memaknai setiap kejadian, mau positif mau negatif. Sayangnya, saya juga perhatikan bahwa saking pintarnya memberi makna positif, beberapa orang jadi tidak realistis. Saking pintarnya seseorang memegang kontrol emosi diri jadi tidak ber-ekspresi. Lalu dengan bangganya mengatakan telah ada pengembangan diri!!

 

Observe your surrounding.

The earth is restless and change is unavoidable.

Kalimat 'observe your surrounding' menjadi kunci perubahan itu sendiri.

Why?

Karena kita perlu tahu bumi ini masih berputar atau tidak (hahaha..)

Karena kita perlu tahu apa yg terjadi di luar diri kita (keluarga, masyarakat, alam) dan menyelaraskan diri dengan mereka.

 

Jangan sibuk ingin berubah dan berubah agar menjadi lebih baik eh malah ternyata arus perubahan itu sudah kembali ke titik asal. Hal ini bisa saja terjadi. Perhatikan saja trend pakaian. Model rok mini, rok panjang, celana cut-bray (benar ga ya penulisannya begini), celana ketat, terus mulai lagi trend rok mini. Demikian perubahan terus berubah.

 

Jangan sibuk berubah tapi efek perubahan itu sendiri membuat kita lupa pada arti hakikat hidup sebenarnya. Atas nama prestasi, kita saling sikut dan menjatuhkan. Atas nama kebahagiaan, kita pintar mengontrol emosi dan jadi lupa untuk merasakan kepahitan.

 

Alhasil, kita hanya akan menjadi 'human doing' tanpa ada kesadaran (awareness) 'beingness'? 

'Observe your surrounding' mengajak kita untuk lebih aware dan sadar lingkungan, juga rendah hati dan bersahabat. Berpikir dan merasakan. Perubahan tidak membuat kita lebih hebat dari lainnya. Perubahan memberi kita rasa bahagia dan bersahabat, bukan kompetisi. 

 

Life is a journey, not a race.

Kenyataannya, dalam era yg dikatakan menuju perubahan, orang2 menjadi semakin sibuk dan tidak punya waktu bersama keluarga. Kehidupan sosial lebih untuk networking. Orang2 yg mengaku sudah berubah dan ingin hidup lebih hidup lagi ternyata sibuk memacu diri berkompetisi dengan orang lain agar menang. Ketika ada waktu untuk 'me time', orang2 lebih memilih menghabiskan waktu untuk menikmati kemewahan sebagai lambang keberhasilan daripada menikmati kesederhanaan alam. Keberhasilan perubahan diukur dengan peningkatan penghasilan dan angka pencapaian tanpa sedikitpun memiliki makna hidup yg berarti kecuali kata sukses itu sendiri. Segala sesuatu perlu terukur, tanpa keberanian untuk menikmati hal2 yg tidak terukur (intangible). Kata syukur-pun hanya terjadi bila tolok ukur tadi tercapai. Itukah perubahan?

 

Observe your surrounding.

The earth is restless and change is unavoidable.

May we unavoidable observe change in our surrounding and give love to our earth (with all included inside the earth).

 

Love your life before you love to change.

 

Ditulis saat menikmati keindahan alam di Kutub Utara, Medio Juni 2014.

Mariani

 

About the Author

Mariani Ng

Mariani Ng

She is a Founder of PT. METAMIND Tata Cendekia and the first woman in ASIA who is certified and licensed trainer of  NLP – NS trainings to provide International Certification of Meta-NLP Practitioner, International Certification of Master Practitioner.

Click here for detail

Why METAMIND?  read