Articles tagged with: coaching

Elephant in The Room

Written by Mariani Ng Posted in Mariani Ng on Monday, 18 September 2017.

Kita berdua sama-sama tahu. Hal kecil. Dan kita berdua sama-sama mengabaikannya. Berharap hal tersebut segera berlalu. Namun kemudian rekan kerja di ruang sebelahpun mengetahuinya. Ah, hal buruk cepat tersebarnya. Sekarang sudah ada 3 orang yang tahu, setidaknya salah satu dari kita perlu memberitahu Pak Direktur tentang hal ini sebelum membesar. 

 

Awalnya saya berpikir bahwa kamu yang akan memberitahu beliau. Namun ternyata kamupun mengira salah satu dari kita bertiga yang akan beritahu. Demikian juga dengan rekan kerja ruang sebelah tersebut. Dia mengira kita berdua yang tahu duluan, jadi itu tanggung jawab kita berdua untuk memberitahu Pak Direktur.

 

Alhasil, saat ini seluruh manager sudah tahu. Dan lucunya, kita semua duduk dalam ruang meeting yang sama beberapa kali tapi tidak ada satupun yang mau mengungkitnya. Ada perasaan takut di dalam, apa yang terjadi bila Pak Direktur diberitahu sekarang, setelah terjadi sekian minggu. Dan setiap kali saya lirik kamu, dan rekan manager yang lain, semua hanya diam sambil mengisyaratkan agar salah satu dari kita mengungkit hal tersebut di forum meeting.

 

Ruang meeting pagi tadi terasa hangat dan tidak nyaman walau saya sudah cek remote AC beberapa kali, suhu udara masih tetap sama seperti biasa. Tapi kali ini keadaan tidak seperti biasanya. Pak Direktur mulai menyinggung permasalahan yang kita semua sama-sama sudah ketahui ada masalah sejak beberapa waktu lalu. 

 

Saya lihat manager di sebrang mejaku terus menunduk menulis entah apa di meja. Manajer di sebelahnya melirik kami satu per satu seakan mencari tahu di wajah kami padahal dia salah satu yang paling terlibat dan tahu tentang keadaan permasalahan tersebut. Dan kamu-pun melirik saya sambil tersenyum kecil .. 

 

 

 

Apanya Apa?

Written by Mariani Ng Posted in Mariani Ng on Monday, 20 February 2017.

Bila pada edisi terdahulu kita telah membahas tentang efek dari kata tanya ‘mengapa’ dan ‘kenapa’, mari kita lanjutkan dengan kata tanya ‘apa’. Kata tanya ini cukup menarik bila dibahas, bukan hanya pada satu kata tunggal saja. Paduan singkat satu pertanyaan ‘apanya apa’ justru memancing jawaban yang detil dan spesifik. Berikut detil penjelasannya.

 

Sebagai seorang coach, khususnya personal dan bisnis coach, pekerjaan rutinitas saya adalah bertanya dan bertanya. Tugas saya adalah memfasilitasi seseorang agar lebih cepat mencapai tujuan/targetnya, baik itu kehidupan pribadi maupun profesional/bisnis. Walaupun agenda utama adalah mencapai tujuan/target, namun yang selalu muncul adalah masalah demi masalah yang menghambat pencapaian tersebut, entah itu dari sisi internal pribadi diri  maupun faktor eksternal. Sebagai coach, saya tidak memberikan solusinya begitu saja walaupun tahu pasti apa masalah sebenarnya yang menghambat. 

 

Mengapa demikian?

 

Coaching and I

on Monday, 28 November 2016.

Ketika saya pertama kali dibelikan motor oleh almarhum ayahanda tercinta, senangnya bukan main. Langsung belajar tancap gas .. byyuuurrr, masuk got!! Agak waswas jadinya. Namun beberapa minggu kemudian saya sudah ngebut bersama motor tersebut, ke sana sini dengan senangnya.

 

Sama juga ketika saya pertama kali punya mobil. Canggung dan waswas, terlebih setiap kali ada tanjakan. Siap-siap mundur. Atau saat mau parkir di tempat yang sempit, maju mundur ga keruan. But then beberapa saat kemudian mulai nyaman dan ke sana sini bersama dengan mobil tercinta, yang bersih dan sejuk, kelat kelit di tengah kemacetan sampai motor mepet banget di kiri kanan pun oke saja, santai.

 

Sama halnya juga ketika saya awal belajar coaching 2005. Bahkan sampai pertengahan 2006 ketika saya belajar coaching di San Fransisco, saya sampaikan ke guru saya (Jan Effline) bahwa saya tidak suka coaching dan tidak akan jadi coach. Hahaha .. lucu sekali kalau ingat itu. Jan hanya putar wajahnya melihat saya, tersenyum tidak membantah. Hati kecil saya rada protes merasa tidak didengar dan tidak dipercaya. Ternyata sayalah yang tidak mendengarkan saya sendiri. 

Why METAMIND?  read