Apa yang akan kita pikirkan hari ini?

Written by Mariani Ng Posted in Mariani Ng on Monday, 05 December 2016.

Apa yang akan kita pikirkan hari ini?

Hmmm .... aneh rasanya pertanyaan itu. Apa yang akan saya pikirkan hari ini?

Mungkin kita pernah bertanya tentang hal yang sama, mungkin juga tidak. Sekilas pertanyaan di atas seperti ’daily plan’, tapi kenapa ’berpikir’ yang ditanya? Bukan pelaksanaan (action)nya?

Apa yang kita pikirkan dan rasakan mempengaruhi ucapan dan perilaku sehari-hari. Perilaku tidak pernah terjadi spontan begitu saja, pun ucapan adalah hasil proses interaksi antara pikiran dan perasaan, se-spontan apapun munculnya. Otak ibarat ’big boss’ yang mengatur semuanya, mulai dari panca indera menerima informasi hingga proses berpikir yang sepersekian detik kecepatannya dan langsung terlihat dari perilaku atau ucapan yang keluar dari mulut seseorang.

 

Coaching and I

on Monday, 28 November 2016.

Ketika saya pertama kali dibelikan motor oleh almarhum ayahanda tercinta, senangnya bukan main. Langsung belajar tancap gas .. byyuuurrr, masuk got!! Agak waswas jadinya. Namun beberapa minggu kemudian saya sudah ngebut bersama motor tersebut, ke sana sini dengan senangnya.

 

Sama juga ketika saya pertama kali punya mobil. Canggung dan waswas, terlebih setiap kali ada tanjakan. Siap-siap mundur. Atau saat mau parkir di tempat yang sempit, maju mundur ga keruan. But then beberapa saat kemudian mulai nyaman dan ke sana sini bersama dengan mobil tercinta, yang bersih dan sejuk, kelat kelit di tengah kemacetan sampai motor mepet banget di kiri kanan pun oke saja, santai.

 

Sama halnya juga ketika saya awal belajar coaching 2005. Bahkan sampai pertengahan 2006 ketika saya belajar coaching di San Fransisco, saya sampaikan ke guru saya (Jan Effline) bahwa saya tidak suka coaching dan tidak akan jadi coach. Hahaha .. lucu sekali kalau ingat itu. Jan hanya putar wajahnya melihat saya, tersenyum tidak membantah. Hati kecil saya rada protes merasa tidak didengar dan tidak dipercaya. Ternyata sayalah yang tidak mendengarkan saya sendiri. 

Don’t worry .. be grumpy!!

Written by Mariani Ng Posted in Mariani Ng on Monday, 19 September 2016.

Biasanya orang selalu berusaha happy, senang, menikmati. Bahagia seakan menjadi satu keharusan yang melambangkan kesempurnaan, semua orang ingin bahagia, semua orang ingin senang, semua orangingin bisa menikmati. Jadi tidak jelas, sebenarnya bahagia itu adalah tujuan atau proses.

 

Ketika ada sesuatu terjadi dan membuat kesal, kita lalu menyesal mengapa kita kesal dan tidak bahagia. Alhasil kita lalu marah atas kejadian itu karena membuat kita tidak bahagia, kecewa karena tidak sesuai rencana yang kemudian memicu emosi negatif yang semakin jauh dari bahagia dan senang tadi. Semakin dipikirin, semakin kesal dan berkeluh kesah. Yang kita kesalkan kali ini bukan lagi karena kejadian tadi, tapi justru karena kita kesal, marah, tidak bahagia dan tidak senang tadi. Kita memarahi kekesalan kita, kita menyesali kemarahan atas kekesalan ini, kita kecewa bisa menyesali kemarahan yang terjadi atas kekesalan tadi dan seterusnya dan seterusnya ... lalu kita bandingkan ‘keharusan’ menjadi bahagia dan senang tadi .. wah semakin jauh, semakin kesal, semakin kecewa .. bagai lingkaran setan .. tidak jelas lagi yang mana duluan. Yang jelas perasaaan dan emosi negatif saling bertumpuk.

Why METAMIND?  read