Don’t worry .. be grumpy!!

Written by Mariani Ng Posted in Mariani Ng on Monday, 19 September 2016.

Biasanya orang selalu berusaha happy, senang, menikmati. Bahagia seakan menjadi satu keharusan yang melambangkan kesempurnaan, semua orang ingin bahagia, semua orang ingin senang, semua orangingin bisa menikmati. Jadi tidak jelas, sebenarnya bahagia itu adalah tujuan atau proses.

 

Ketika ada sesuatu terjadi dan membuat kesal, kita lalu menyesal mengapa kita kesal dan tidak bahagia. Alhasil kita lalu marah atas kejadian itu karena membuat kita tidak bahagia, kecewa karena tidak sesuai rencana yang kemudian memicu emosi negatif yang semakin jauh dari bahagia dan senang tadi. Semakin dipikirin, semakin kesal dan berkeluh kesah. Yang kita kesalkan kali ini bukan lagi karena kejadian tadi, tapi justru karena kita kesal, marah, tidak bahagia dan tidak senang tadi. Kita memarahi kekesalan kita, kita menyesali kemarahan atas kekesalan ini, kita kecewa bisa menyesali kemarahan yang terjadi atas kekesalan tadi dan seterusnya dan seterusnya ... lalu kita bandingkan ‘keharusan’ menjadi bahagia dan senang tadi .. wah semakin jauh, semakin kesal, semakin kecewa .. bagai lingkaran setan .. tidak jelas lagi yang mana duluan. Yang jelas perasaaan dan emosi negatif saling bertumpuk.

Relax, everything is out of control.

Written by Mariani Ng Posted in Mariani Ng on Monday, 19 September 2016.

Relax, everything is out of control.

Kalimat ini bukan karangan saya, tapi dikutip dari salah satu judul topik Ajahn Brahm yang bisa kita temukan di youtube. Kalimat ini menarik buat saya, karena biasanya justru kita baru relax setelah everything is under-control. Segala sesuatu harus berjalan sebagaimana mestinya, segala sesuatu harus sesuai rencana, segala sesuatu harus sesuai apa yang telah diatur.

 

Benar bahwa kita perlu memastikan segala sesuatu berjalan dengan baik, sesuai rencana. Namun adakalanya jadi berlebihan hingga muncul rasa cemas dan waswas bahkan sejak suatu proses dimulai. Gelas yang ditaruh miring sedikit saja diprotes. Sepatu ditaruh tidak sejajar saja dikomentari. Kita harus pastikan berjalan dengan baik, mengatur dari hulu hingga hilir, mengontrol setiap detil  sehingga tidak memberikan peluang bagi orang lain untuk ikut terlibat secara bebas. Lalu ketika ada sedikit saja yang tidak sesuai, emosi mulai mencuat. Alhasil orang-orang di sekitar jadi waswas alias takut untuk terlibat lebih jauh tanpa sepengetahuan dan persetujuan kita. Tidak ada kreativitas, tidak boleh ada inisiatif sendiri, pokoknya ikuti saja prosedur (baca: perintah) yang ada agar tidak disalahkan nantinya. Everything is under-control. Apakah ini yang kita inginkan?

Komunikasi vs Komunikatif

Written by Mariani Ng Posted in Mariani Ng on Monday, 29 August 2016.

Komunikasi vs Komunikatif

Sejak kecil kita belajar komunikasi dan berusaha komunikatif.  Tangis adalah satu-satunya cara yang diketahui oleh seorang bayi untuk ekspresikan dirinya berkomunikasi dengan orang lain. Lalu bergumam, tangan mulai menggapai dan menyentuh, itu adalah cara sederhana berkomunikasi yang diketahui dan dilakukan saat kita masih bayi. Jadi sebenarnya kalau kita simak, setiap manusia sudah berusaha komunikatif sejak kecil walaupun belum tahu bagaimana berkomunikasi yang baik.

 

Lalu kemudian secara sadar kita diajari berucap oleh orang tua kita. Kita mulai berkomunikasi dengan bahasa yang dipahami oleh orang banyak dan umum, lengkap dengan tata krama mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan menurut norma keluarga, norma sosial, norma budaya, norma agama dan norma-norma lainnya. Anehnya, semakin banyak belajar komunikasi, semakin banyak orang yang tidak komunikatif.

Why METAMIND?  read