Robert tiba-tiba ditelpon seorang sahabat lama yang mengajak bertemu sore nanti di bandara. Terakhir mereka bertemu 10 tahun lalu, ketika dia pamit untuk pindah sekeluarga ke luar negeri. Hati Robert gembira karena bisa melepas kangen segera sore ini, rindu pada seorang sahabat bermain sejak SD dulu.
Bak pucuk dicinta ulampun tiba, diapun langsung setuju bertemu tanpa periksa jadwal terlebih dahulu. Alhasil, sekretaris mengingatkan bahwa ada janji untuk bertemu dengan salah seorang klien di sore itu, pada jam yang sama. Sejenak terjadi konflik dalam hati, pilih sahabat yang sudah lama tidak bertemu, atau klien? Mungkinkah dua-duanya? Tidak!! Karena sahabat yang satu ini hanya transit di Jakarta dan akan segera terbang ke negaranya malam ini juga. Hanya ada waktu 2 jam untuk ngobrol di bandara.
Secara profesional, Robert harus menepati janji saya bertemu dengan klien. Tidak ada pilihan lain, juga tidak bisa diwakilkan. Dalam hati timbul kekecewaan, karena kesempatan untuk bertemu dengan sahabat lama hilang sudah. Dengan terpaksa pula dia menelpon kembali sahabat lamanya, memberitahu bahwa dia ada janji bisnis. Dan di akhir telpon, Robert janjikan akan berusaha untuk bertemu walau sedikit terlambat. Dia tidak rela membuang kesempatan untuk bertemu kali ini. Dia masih tidak rela untuk mengatakan ‘No!’ pada apa yang diinginkannya, walau tidak mungkin terjadi.