Click "Yes" to say "No"

Written by Mariani Ng Posted in Mariani Ng on Monday, 14 September 2015.

Click

Robert tiba-tiba ditelpon seorang sahabat lama yang mengajak bertemu sore nanti di bandara. Terakhir mereka bertemu 10 tahun lalu, ketika dia pamit untuk pindah sekeluarga ke luar negeri. Hati  Robert gembira karena bisa melepas kangen segera sore ini, rindu pada seorang sahabat bermain sejak SD dulu.

 

Bak pucuk dicinta ulampun tiba, diapun langsung setuju bertemu tanpa periksa jadwal terlebih dahulu. Alhasil, sekretaris mengingatkan bahwa ada janji untuk bertemu dengan salah seorang klien di sore itu, pada jam yang sama. Sejenak terjadi konflik dalam hati, pilih sahabat yang sudah lama tidak bertemu, atau klien? Mungkinkah dua-duanya? Tidak!! Karena sahabat yang satu ini hanya transit di Jakarta dan akan segera terbang ke negaranya malam ini juga. Hanya ada waktu 2 jam untuk ngobrol di bandara.

 

Secara profesional, Robert harus menepati janji saya bertemu dengan klien. Tidak ada pilihan lain, juga tidak bisa diwakilkan. Dalam hati timbul kekecewaan, karena kesempatan untuk bertemu dengan sahabat lama hilang sudah. Dengan terpaksa pula dia menelpon kembali sahabat lamanya, memberitahu bahwa dia ada janji bisnis. Dan di akhir telpon, Robert janjikan akan berusaha untuk bertemu walau sedikit terlambat. Dia tidak rela membuang kesempatan untuk bertemu kali ini. Dia masih tidak rela untuk mengatakan ‘No!’ pada apa yang diinginkannya, walau tidak mungkin terjadi. 

Perasaan mendua terus mengganggu pikiran sepanjang hari, apalagi pada saat meeting dengan klien, saat-saat di mana seharusnya bertemu dengan sahabat lamanya yang sebentar lagi transit di bandara. Walau pikiran berusaha fokus pada pembicaraan klien, namun suara-suara di dalam diri internal lebih terdengar dan merebut perhatian utama. 

 

‘Harusnya saya tunda dulu meeting dengan klien, toh masih ada hari lain’.

‘Justru pertemuan dengan Billy yang tidak penting, dahulukan bisnis’.

‘Tapi Billy akan segera kembali ke Jerman, kapan lagi bisa ketemu?’.

‘Bukankah janji dengan klien sudah dijadwalkan beberapa hari? Billy yang muncul mendadak, tidak terjadwal’.

‘Dia sohib lama, harus ketemu nanti’.

‘Harusnya tegas tadi bilang tidak bisa bertemu’.

‘Seperti apa ya tampang Billy sekarang? Bagaimana keluarganya? Apakah dia jadi menikah dengan Rina?’.

Pikiran ini terus terbawa mengikuti perasaannya yang ingin bertemu, sampai kemudian menyadari bahwa ternyata klien sedang mengawasinya melamun.

 

‘Oke, cukup sudah. Stop berpikir tentang Billy!!’, putus Robert dalam hati.

Tapi ternyata hati tidak tegas, masih terus membiarkan diri digelayuti keinginan untuk bertemu. Tanpa sadar, dia terus melirik jam di handphone. Dan ini segera direspon oleh klien untuk segera mensudahi pertemuan ini.

 

‘Tampaknya pak Robert sedang terburu-buru’, kata klien di hadapannya dengan tidak nyaman.

Robert terperanjat kaget, tapi lagi-lagi perasaan di dalam tidak mau bekerja sama.

‘Eh ... iya, Pak’, sahut Robert bimbang.

‘Oke, gak apa-apa. Kita masih bisa lanjutkan di lain waktu’, sambung klien sambil menutup file di meja.

 

Robert mengawasi perubahan di wajah kliennya. Jelas terlihat bahwa tidak akan ada lain waktu. Klien di hadapannya menunjukkan ketidaksenangan di wajah, jelas atas sikap yang tidak konsentrasi selama pembicaraan. Terbayang di pikiran Robert apa yang terjadi selanjutnya, harapan untuk melanjutkan hubungan bisnis semakin tipis.

 

Ingin rasanya Robert melakukan sesuatu untuk melanjutkan pembicaraan tadi, tapi klien sudah berdiri siap-siap membuka pintu kantor. 

 

Akhirnya dengan berusaha tetap tegak, Robert menyalami tangan klien dan pamit pulang. Lucunya, Robert tidak membawa mobil menuju arah bandara sesuai yang dia inginkan dari tadi pagi. Padahal masih ada banyak waktu untuk bertemu Billy di sana. Robert hanya duduk dalam mobil di tempat parkir, termenung di sana. Hampir 30 menit Robert terus menyesali diri, mengapa tidak tegas terhadap dirinya sendiri. Mengapa tidak berani mengatakan ‘tidak’ terhadap apa yang mengganggu dirinya? Mengapa tidak tegas mengatakan ‘NO!’ terhadap apa yang mengganggu pikiran dan konsentrasinya? Mengapa tidak berani mengatakan ‘NO!’ terhadap sabotase dalam dirinya?

 

Seandainya saja bisa klik ‘YES’ to say ‘NO!’....

 

About the Author

Mariani Ng

Mariani Ng

She is a Founder of PT. METAMIND Tata Cendekia and the first woman in ASIA who is certified and licensed trainer of  NLP – NS trainings to provide International Certification of Meta-NLP Practitioner, International Certification of Master Practitioner.

Click here for detail

Why METAMIND?  read