Emosi Saya Milik Siapa?

Written by Mariani Ng Posted in Mariani Ng on Sunday, 24 October 2021.

Jangan sampai emosi tertitipkan tetangga, atau teman, atau bahkan orang tak dikenal yang baru kita tahu lewat tulisan, cuitan atau kiriman-kiriman message di grup. Bagaimana bisa?

Sederhana saja.

  • -  Saya sedang santai dan buka whatsapp group (WAG) baca message teman-teman. Mendadak baca 1 berita tak sedap, lalu panik sendiri ketakutan seakan itu benar terjadi. Alhasil setengah hari hanya duduk depan HP cari konfirmasi sana sini sambil googling. Ketika tidak ada konfirmasi, semakin tidak percaya dan terus mencari. Berapa banyak waktu yang dilewatkan? Padahal berita itu tidak ada hubungan dengan kita sama sekali. Hoax lagi.
  • -  Sedang asyik-asyiknya chatting di WAG, mendadak teman di seberang sana iseng mengirimkan kata-kata gak lucu. Hati mulai panas karena merasa dianggap remeh, awalnya masih berusaha sabar memperingatkan. Tapi yang di seberang sana seakan tidak peduli, bahkan makin menjadi-jadi. Hati makin panas. LEFT.
  • -  Dalam sebuah diskusi via telpon, orang di sebrang sana ngotot merasa pendapatnya paling benar. Panjang pendek saya berusaha menjelaskan, seenaknya dia potong penjelasan dan tidak beri kesempatan untuk menjelaskan. Suara yang tadinya normal mulai gemas, apalagi ketika mendengar suara di sebrang sana-pun mulai lantang meremehkan. Geram, tutup telpon.

Pernah alami hal-hal di atas atau sejenisnya?

Kalau sudah begitu, emosi kita siapa yang punya? Siapa yang mengendalikan emosi kita? Sebuah tulisan bisa membuat kita melewatkan waktu dengan sia-sia, obrolan chatting bisa membuat kita meninggalkan sebuah komunitas, atau geram ga keruan yang akhirnya uring-uringan seharian. Belum lagi ditambah ‘ekor panjang’nya – membagi emosi ini ke orang lain. Menebarkan hoax, bercerita kasak kusuk tentang seseorang dan atau berbagi cerita kejelekan orang lain seakan semua terjadi karena kesalahan orang tersebut.

Kita telah dikuasai oleh berita tersebut, orang tersebut, obrolan tersebut. Emosi yang ada dalam diri ini ternyata bukan milik kita, tapi dikendalikan oleh hal-hal eksternal tersebut. Sampai kapan?

Kita hidup bersosial dalam masyarakat dengan aneka karakteristik cara berpikir masing-masing. Apakah kita bertanggungjawab untuk mengendalikan semua orang agar berpikir sama seperti kita? Apakah kita bertanggungjawab untuk memastikan semua kata dan laku  sesuai dengan harapan kita? Bila jawabanmu adalah ‘IYA”, maka tidak heran kalau gampang frustasi dan marah-marah sendiri, terpancing emosi karena harapanmu tidak tercapai. It is out of your control, kita tidak bisa mengontrol orang lain, apalagi menguasainya. Ngapain dipaksakan?! Tanpa sadar, kita makin kehilangan kendali atas diri sendiri dan memberikan kendali pada orang-orang tersebut. Justru emosi kita yang dikontrol oleh mereka!!  Yang lantas kita salahkan pula karena telah membuat emosi, bikin kesal dan lain sejenisnya.

Beranikah kita mengambil tanggung jawab atas emosi diri sendiri?
Apapun sikap laku seseorang, cukup kita kenali dan hargai sebagai milik dia pribadi. Bukan milik saya, dan bukan tentang saya. Mampu memilah mana yang cocok mana yang tepat dan mana yang perlu kita abaikan. Hidup ini adalah pilihan, apa yang saya pilih? Waktu cukup berharga untuk dilalui begitu saja tanpa kendali. Sudahkah waktunya bagi kita untuk menjadi tuan rumah bagi tubuh dan pikiran sendiri?

#Powerzone APG

Burlington, 24 Oktober 2021
Mariani
METAMIND
Meta Coach

About the Author

Mariani Ng

Mariani Ng

She is a Founder of PT. METAMIND Tata Cendekia and the first woman in ASIA who is certified and licensed trainer of  NLP – NS trainings to provide International Certification of Meta-NLP Practitioner, International Certification of Master Practitioner.

Click here for detail

Why METAMIND?  read