FAKTA 101 – Berpikir Kritis Tentang Fakta

Written by Mariani Ng Posted in Mariani Ng on Friday, 04 February 2022.

(Tulisan ini ditulis sebagai review dan diskusi atas artikel Michael Hall di mailist Neurons, tanggal 25 Oktober 2021 berjudul 'Critical Thinking About Facts', atau bisa dibaca di https://meta-mind.com/article/item/critical-thinking-about-facts.html ).

Pagi ini ada badai salju di tempat saya berada beberapa bulan ini, Burlington - Ontario Kanada. Saya baru saja bangun, dan saat berjalan ke kamar mandi, mata melayang ke arah jendela di depan sana melihat hujan salju dengan salju tebal menutupi mobil dan jalanan di luar. Wow..!! Serta merta saya melangkah balik ke kamar, buka lemari mengambil sweater dan langsung memakainya, baru kembali ke kamar mandi. Refleks. 1 jam kemudian, saya mulai merasa gerah dan tersadar, saya tadi langsung samber sweater begitu melihat salju tebal, padahal suhu di dalam ruangan 22⁰C. Jadi pakai sweater ini adalah respon atas fakta yang mana?

Dalam tulisannya yang satu ini, Michael menjelaskan terperinci beberapa tingkat/level pemikiran kita tentang 'fakta' yang kita katakan sebagai fakta selama ini, dengan contoh apa yang saya alami pagi tadi.

Kita selalu mengganggap fakta itu solid, serius ada dan nyata, padahal belum tentu senyata apa yang kita pikirkan. Beliau menjelaskan bahwa ada langkah-langkah yang terjadi dalam pemikiran kita menanggapi sebuah ‘fakta’, yang saya jabarkan kembali dengan contoh di atas sebagai berikut:

  1. Kita melakukan klasifikasi dan memberikan kategori, berdasarkan hasil observasi kasad mata, fakta sosial, definisi umum, konsesus sosial, pendapat pribadi dan lain sejenisnya.
    Contoh:
    Saya melihat hujan salju dan salju tebal di luar jendela sana.
    -   Ini hasil observasi kasad mata.
    -   Kata 'salju' adalah definisi umum atas benda putih yang menutupi jalan dan mobil di luar.

  2. Saat memberikan pernyataan, kita juga menyisipkan makna yang kita berikan. Dan makna ini sangat bergantung pada konteksnya.
    -  Kata 'tebal' itu berdasarkan ukuran saya yang belum pernah melihat salju setebal itu selama saya di sini. Ketika anak dan menantu saya juga mengiyakan bahwa mereka belum pernah lihat salju setebal ini selama 3 tahun di sini, akhirnya ini menjadi konsensus umum di rumah ini. Padahal, bagi penduduk lokal yang pernah melihat salju lebih tebal lagi sebelumnya belum tentu akan bilang ini tebal :-D.. jadinya, ‘fakta’ yang saya sebutkan tadi ternyata relative tergantung siapa yang mengucapkan. Bukankah demikian?

    -  Kata 'hujan salju' mengindikasikan saat tadi sedang PROSES hujan, SEDANG terjadi hujan. Dan menariknya, saya menggunakan kata 'hujan salju' padahal menurut penduduk lokal (berita) ini disebut 'badai salju (snowstorm)'. Saya pernah bahas ini dengan anak saya tentang istilah ‘hujan deras’ (bagi saya dan anak saya yang notabene kelahiran Indonesia) dengan istilah ‘badai’ bagi orang2 di sini. Hahaha.. lagi-lagi, saya memberikan 'fakta' sesuai dengan definisi saya. Padahal, berita setempat sudah mengumumkan beberapa penerbangan tertunda bahkan batal terbang karena badai salju ini. Nah.. beda lagi bukan?

  3. Kita memberikan kesimpulan atas fakta yang kita bangun tersebut. Dan kemudian meresponnya sesuai dengan kesimpulan tadi.
    Ini yang terjadi dalam benak pikiran saya tadi:
    🠮 Salju = dingin + hujan salju = lebih dingin (apalagi sampai kelihatan angin meniupkan salju-salju yang turun dengan derasnya) + salju tebal = dingin sekali
    3 hal di atas adalah kesimpulan dalam benak pikiran secara cepat yang akhirnya memicu kesimpulan berikutnya, pakai sweater agar tetap hangat.
    Alhasil, langkah kaki yang awalnya menuju ke kamar mandi langsung berbalik arah kembali ke kamar mengambil sweater. Alhasil saya sikat gigi dan cuci muka sambil pakai sweater (sambil tarik lengan panjang dan krah agar tidak kena air, hahaha...).

Apakah saya berespon terhadap fakta eksternal? Tidak.

  • -   Karena ternyata 1 jam kemudian saya mulai gerah. Baru kemudian saya tengok ke thermostat, masih tercatat suhu 22⁰C di sana. Ada heater dengan suhu ruangan di dalam rumah. Secara fisik tubuh saya berada dalam ruangan tapi pikiran saya berespon terhadap dingin di luar rumah karena fakta yang saya bangun secara internal!!
  • -   Karena ternyata suhu di luar juga tidak sedingin yang dikira. Saat saya bangun tadi, udara di luar -6⁰C dengan feels like ‐12⁰C. Hari minggu lalu suhu di luar -12⁰C dengan feels like -18⁰C. Saat itu saya sedang flu berat dan terpaksa keluar rumah untuk Swab PCR. Dan karena sedang ‘agak melayang’ saat itu, saya tidak menyadari dinginnya cuaca yang pastinya jauh lebih dingin dari sekarang.

    Makanya Michael terus mengingatkan kita agar senantiasa berpikir dengan kritis atas fakta yang disampaikan. Mampu memilah lapis demi lapis seperti penjelasan di atas. Karena kadang ada yang memberdayakan kadang ada yang merugikan.

    Yuk mari mulai berpikir lebih jelas tentang fakta dan data.
    Mulai membedakan atas setiap fakta yang disampaikan oleh kita maupun orang lain, itu fakta atau persepsi? Sebelum kita telanjur mengambil kesimpulan dan berespon.

    Catatan: Bagi yang ingin mengikuti tulisan-tulisan Michael Hall, bisa bergabung di mailist NEURONS yang terbuka untuk umum. Silakan klik link ini untuk bergabung: www.neurosemantics.com dan sisi kanan ada kolom untuk bergabung di sana.

    Burlington, 17 Januari 2022
    Mariani
    METAMIND
    Meta Coach

About the Author

Mariani Ng

Mariani Ng

She is a Founder of PT. METAMIND Tata Cendekia and the first woman in ASIA who is certified and licensed trainer of  NLP – NS trainings to provide International Certification of Meta-NLP Practitioner, International Certification of Master Practitioner.

Click here for detail

Why METAMIND?  read