Mengapa saya? Mengapa tidak?

Written by Mariani Ng Posted in Mariani Ng on Friday, 08 July 2016.

Mengapa saya? Mengapa tidak?

Tulisan ini berawal dari kenyataan ‘harus’ menulis artikel untuk sebuah media cetak. Mau diterbitkan segera. Lalu saya menggerutu, seandainya saja bukan saya. Tapi kemudian saya balik menggerutui gerutuku tadi, siapa suruh suka menunda-nunda. Ahhhh ...

 

Lalu saya mulai berusaha mengetik di smartphone, ketik 1 paragraf dengan berbagai koreksi – backspace sambil menggerutu lagi – why me. Kenapa saya yang harus menulis? Bukankah ada orang lain juga yang tahu ilmu ini dan bisa menulis juga. Lagi-lagi entah bagian mana dari diri ini yang ikut menimpali, kapan selesainya kalau dari tadi hanya menggerutui diri sendiri.

 

Hmm ... Ternyata itu sebabnya.

Alih-alih mengerjakan tugas dan amanah, saya sibuk berkonflik dengan diri sendiri, gerutu menggerutu protes ‘mengapa saya’ ... alhasil waktu dan pikiran saya lebih tersita pada diri sendiri, suka mengerjakan atau tidak, merasa terpaksa atau tidak .. daripada fokus pada apa yang mau dituliskan.  Alhasil kemudian muncul ide untuk menuliskan ini. 

 

Pernahkah Bapak dan Ibu alami seperti pengalaman saya di atas?

Mari kita simak, berapa banyak waktu dan energi yang terbuang hanya untuk memenangkan pihak yang setuju dan sejalan dengan tugas dan amanah kita? Yang notabene juga adalah melawan diri sendiri, berpikir mengapa dan kenapa, yang sebenarnya tanpa jawaban yang jelaspun tetap perlu kita jalankan. Di sinilah muncul kata ‘self-leadership’ – kepemimpinan diri. 

 

Orang sering bilang bahwa pimpinlah dirimu sendiri sebelum memimpin orang lain. Keberhasilan seorang pemimpin diawali dengan keberhasilan memimpin diri sendiri. Lalu orang mengkaitkannya dengan mental pemimpin di perusahaan. Sebenarnya, tanpa perusahaan, tanpa ada orang lain, kepemimpinan diri sendiri-pun sangat signifikan dalam hal-hal kecil yang timbul dalam keseharian kita. Pernah simak perbandingan waktu kita buat kerja dan waktu buat menyesali diri sendiri? Atau saat pengambilan keputusan, apa kita selalu berpikir apa benefit dari suatu keputusan bagi konteks tertentu atau berpikir konsekuensi bagi diri sendiri?

 

Kata ‘menyesal’ adalah kata yang paling melambangkan kurangnya kepemimpinan dalam diri sendiri. ‘ah seandainya saja saya tadi bicara ini ...’, ‘ah seandainya saja saya tahu bakal terjadi ..’, dan seterusnya dan seterusnya .. semua beralih pada alasan demi alasan tanpa pernah berpikir alasan-alasan yang kita kira rasional ini sebenarnya hanya menghambat waktu untuk melakukan perbaikan ke depan. Dan lagi-lagi sering muncul ‘mengapa saya?’....

 

13 tahun di bidang people development memberi banyak pencerahan dan semangat untuk terus menyimak dan mempelajari cara berpikir manusia dalam menghadapi diri sendiri ini. Cerita di atas mungkin sudah usang, tidak banyak terjadi pada mereka yang rajn mengikuti training ataupun coaching untuk pengembangan diri. Pola pikir yang terbuka, perubahan perilaku, kecerdasan emosi lebih dari kecerdasan intelektual, teknik dan terobosan praktis ... 

 

Memang banyak perubahan dalam perilaku manusia saat ini, ada peningkatan kesadaran atas pentingnya pengembangan diri di era serba instant ini, termasuk kepemimpinan diri yang dibahas di atas. Tapi perilaku tetap sama. Merubah diri dengan merubah perilaku, dengan harapan muncul perilaku baru yang lama kelamaan menjadi habit, lalu menjadi budaya perilaku yang membantu kemajuan diri. Valid. Tapi ada satu hal yang lupa diperhatikan, yaitu dasar kerangka berpikir yang menjadi acuan perilaku tersebut. Di Neuro Semantics kita kenal sebagai ‘frame of mind’. 

 

Karena setiap perilaku tidak serta merta muncul begitu saja. Ada alasan di baliknya, ada kerangka yang menjadi acuan sehingga kita terus dan terus mengulangi perilaku yang sama. Pada prakteknya, kita sering berusaha berubah perilaku tanpa menyadari apa frame of mind-nya. Kita menyimak dan mempelajari bahwa ada perilaku yang salah, dan dengan gembira merasa menyadari kesalahan tersebut dan siap koreksi, berubah!! 

 

Muncul perilaku baru, yang seyogyanya lebih baik dari sebelumnya. Tapi ibarat menebang pohon, akarnya sendiri tidak dicabut .. tetaplah akan muncul kembali maksud yang sama dalam bentuk perilaku yang berbeda. Lalu ketika terjadi kesalahan atau kontraproduktif, baru kita evaluasi dan rubah lagi perilakunya. Sampai kapan?

 

Alhasil ... saya mulai berpikir kembali atas kepemimpinan diri saya sendiri terkait dengan awal penulisan ini. Mengapa saya ... mengapa tidak? Ada artinya menulis buat saya? Apa yang mendasari suka menunda kalau menulis? Beneran sibuk dan tidak punya waktu? Atau ada frame of mind yang memicu tidak suka menulis ini? Saya akan cari tahu ... karena dengan adanya kepemimpinan dalam diri sendiri, saya jelas cukup pegang kendali atas pikiran dan perasaan saya. Tidak lagi saling menyalahkan atau saling mengerutui, nanti habis waktu saya. Masih banyak pekerjaan lain menunggu. Dengan adanya kepemimpinan diri sendiri ini, saya mulai memimpin jari-jari tangan saya mengetik di laptop seiring dengan pikiran dan perasaan saya .. sambil mencari apa sebenarnya frame of mind yang mendasari saya malas menulis.

 

Yang jelas pertanyaaan di awal ‘mengapa saya?’ telah berubah menjadi ‘mengapa tidak?’ .. sehingga Bapak dan ibu bisa membaca tulisan ini. Mudah-mudahan juga menjadi refleksi diri bila ada yang sering mengalami hal yang sama.

 

About the Author

Mariani Ng

Mariani Ng

She is a Founder of PT. METAMIND Tata Cendekia and the first woman in ASIA who is certified and licensed trainer of  NLP – NS trainings to provide International Certification of Meta-NLP Practitioner, International Certification of Master Practitioner.

Click here for detail

Why METAMIND?  read