Team-Player or Group-Player

Written by Mariani Ng Posted in Mariani Ng on Sunday, 10 July 2016.

Team-Player or Group-Player

Kata 'team-work' memang 'exotic' menurut saya. Sexy dan unik. Begitu sexy-nya sampai banyak orang ingin mengakui dirinya suka bekerja secara team-work, dan kenyataannya memang beberapa orang mampu bekerja sama dalam satu tim untuk mencapai hasil tertentu. Uniknya, kalau dikaji lebih mendalam.. hanya 50% yang benar-benar team-player. Selebihnya adalah group-player. Itulah sebabnya mengapa banyak tim yang bekerja tidak sesuai harapan, tidak perform dan target tidak tercapai. 

Apa beda team-player dengan group player? 

Team-player adalah orang yang suka bekerja sama dalam satu tim, dimana orang tersebut mau menyumbangkan pikiran dan tenaga untuk kemajuan bersama, mau ikut berkontribusi demi mencapai kemajuan bersama, ikut bekerja bersama tanpa mempertimbangkan untung rugi bagi diri sendiri. 

Group player adalah orang yang juga suka bekerja ramai-ramai dalam satu tim, dimana juga mau berkontribusi dan menyumbangkan pikiran dan tenaga untuk kemajuan bersama. Beda dengan team-player adalah bahwa orang yang group player sebenarnya lebih suka bekerja sendiri dalam keramaian, dimana bisa menunjukkan kelebihan dirinya dan menguasai (alias memimpin) teman2 dalam tim yang sama. 

Saya suka plesetkan sebagai kerjasama (team-player) atau sama2 kerja (group-player). 

Bagaimana dengan diri kita sendiri? 

Bagaimana dengan tim kerja kita di kantor? 

Ketika target tercapai, mungkin kita tidak perlu mempertanyakan pertanyaan-pertanyaan di atas. Namun ketika target jauh dari harapan, atau bila kita ingin agar ada akselerasi waktu dalam pencapaian target, maka hal di atas perlu kita pertanyakan. 

Karena ketika seorang team-player asyik mengajak kerjasama dan ikut kerja beramai-ramai agar mencapai target tim, maka seorang group-player akan mulai perhitungkan apa benefitnya buat dia, bagaimana agar bisa mendapat benefit dari keadaan kerjasama ini, bagaimana agar bisa lebih mempengaruhi rekan-rekan satu tim, bagaimana

agar bisa memimpin rekan-rekan yang lain untuk mencapai target tim - yang mana tentunya ketika target tercapai, itu karena jasa dia. Dan yang paling pasti adalah semua ini terjadi atas nama kebersamaan, dalam rangka mencapai target tim pula. Asyik'kan? 

Alhasil waktu yang seyogyanya dipakai untuk fokus seutuhnya pada usaha mencapai target mulai terbagi dengan pertimbangan kepentingan pribadi. Tingkat emosi yang seyogyanya totalitas semangat untuk bekerjasama mencapai tujuan mulai tergerus oleh ego dan ambisi memenangkan diri dan saling mempengaruhi. Kalau tujuan pribadi yang implisit ini tidak tercapai, maka target tim tidak lagi penting. Biasanya orang yang bersangkutan akan mundur sendiri alias jadi tidak produktif atau malah semakin memaksakan kehendaknya unjuk gigi. Dua-duanya berakibat sama, klim kerja jadi tidak kondusif. Motivasi menurun, kinerja ikut surut.

Seseorang yang group-player tidak menyadari hal ini terjadi. Dalam benaknya selalu ada saja alasan untuk pembenaran diri. Bahwa perlu dilakukan agar target tercapai dengan baik. Bahwa perlu dipaksakan demi menghindari kerusakan atau keterlambatan waktu. Emosi yang timbul karena ketidaksabaran dan perfeksionis makin mencuat seiring dengan kegundahan rekan-rekan lain dalam tim. Tanpa disadari waktu semakin sedikit. Akhirnya beberapa orang mulai mengalah pada keputusan sepihak, ikuti saja, compliance - dan ketika terjadi kegagalan atau stagnan, maka muncul budaya menyalahkan (blaming). Ada juga yang apatis, melakukan apa yang dianggapnya benar - alhasil beda orang beda gaya beda cara, dan tentunya, hasil jadi berbeda. 

Sebagai seorang coach, saya sering berhadapan dengan orang-orang yang demikian dalam tim. Sebenarnya masih ada satu lagi, yakni individualist. Orang yang individualist lebih cepat kalau kerja sendiri. Biasanya mereka tidak peduli dikatakan individualist, toh memang mereka suka kerja menyendiri tanpa campur tangan orang lain. Yang menantang adalah mereka yang tidak individualist juga bukan team-player, yaitu group-player yang dijelaskan di atas. Keberadaan group-player ini tidak akan terlalu banyak menghambat bila para anggota tim adalah individualist atau follower sejati. Target tim akan tercapai bila dilihat dari hasil jangka pendek. Namun untuk jangka panjang, para anggota tim yang terlibat tidak akan berkembang - tidak ada inisiatif dan kreativitas bila dibiarkan terus berkepanjangan. 

Bila saja yang memimpin akan terus memimpin dengan gaya dan caranya, bila saja orang-orang yang terlibat dalam tim tersebut akan tetap berada dalam tim yang sama dan compliance - mungkin tim ini akan tetap eksis beberapa tahun ke depan. Pada kenyataannya perubahan terus terjadi. Seorang pimpinan tidak selamanya akan memimpin tim yang sama, sementara rekan anggota tim yang sesungguhnya handal akan menyadari potensi mereka yang tidak berkembang dan pindah tempat kerja agar bisa aktualisasi diri. Tinggal orang-orang yang patuh dan tidak punya kemauan untuk mengembangkan diri, aman dalam kenyamanan menjadi pengikut dan tetap bisa menyalahkan orang lain ketika target tidak tercapai. 

Pada tim sales, efek yang terjadi masih sebatas pada angka penjualan yang menurun saja. Tapi bila terjadi pada tim manajemen, efek yang terjadi bisa lebih luas lagi .. pada sistem dan teknologi yang telah diinvestasikan sekian banyak, lengkap dengan waktu dan angka nominal kerugian yang ditimbulkan. 

Kalau sudah demikian, perlukah adanya tim yang bekerja sama? Seorang pimpinan project (pimpro) sering mengeluh 'cape hati, mending kerja sendiri'. Seorang sales manajer mengaku bahwa terpaksa jualan sendiri agar target akhir tahun bisa terpenuhi. Manajer keuangan di sebuah perusahaan selalu pulang lebih malam daripada stafnya karena pekerjaan yang tak kunjung usai. 

Jadi sebenarnya orang-orang yang bekerjasama dalam satu tim hanya sekelompok orang yang kumpul bersama dan bekerja? atau tim kerja? 

Saya lanjutkan di penulisan berikutnya ya ... 

Sambil masing-masing memikirkan cara kerja diri sendiri, team-player atau group player. Sambil mengamati tim kerja masing-masing, kelompok kerja atau tim kerja sebenarnya.

About the Author

Mariani Ng

Mariani Ng

She is a Founder of PT. METAMIND Tata Cendekia and the first woman in ASIA who is certified and licensed trainer of  NLP – NS trainings to provide International Certification of Meta-NLP Practitioner, International Certification of Master Practitioner.

Click here for detail

Why METAMIND?  read