Apa itu Coaching?
Apa itu Coaching?
- • Mariani Ng - 12 August 2024

Apa itu Coaching?
Menurut Perhimpunan Profesi Coach Indonesia (PPCI), sebagaimana tertuang dalam SKKK No. KEP.2/25/LP.00.00/I/2020, definisi coaching adalah seni memfasilitasi coachee untuk mencapai tujuan yang telah disepakati—baik tujuan pribadi maupun organisasi—berdasarkan hubungan kemitraan, dengan memberdayakan pola pikir untuk memaksimalkan potensi secara lahir dan batin (inside-out).
Orang yang melakukan proses fasilitasi ini disebut coach, sedangkan individu yang diberikan proses coaching disebut coachee.
Definisi ini selaras dengan pengertian coaching dari berbagai asosiasi coaching internasional lainnya. Ada empat kata kunci utama dalam definisi ini: fasilitasi, tujuan, kemitraan (partnership), dan pola pikir (mindset).
1. Fasilitasi
Kata fasilitasi berasal dari bahasa Latin:
- Facilis berarti “mudah”
- Facilitare berarti “mempermudah”
- Dalam bahasa Inggris: facilitation berarti proses mempermudah, terutama dalam interaksi atau kerja kelompok.
Seorang coach bertugas mempermudah coachee dalam mencapai tujuannya. Namun, “mempermudah” bukan berarti memberikan solusi atau menyelesaikan masalah untuk coachee. Tugas seorang coach adalah memfasilitasi coachee membangun kesadaran dan kekuatan internal agar mampu menemukan solusi sendiri. Dengan demikian, hasil coaching menjadi lebih mandiri dan berkelanjutan (sustainable).
2. Tujuan
Coaching adalah proses yang berorientasi pada tujuan, bukan pada masalah. Oleh karena itu, idealnya coachee sudah memiliki tujuan saat memulai sesi coaching.
Ada tiga aspek penting terkait tujuan:
a) Kejelasan Tujuan
Coach perlu memastikan bahwa coachee benar-benar tahu apa yang ingin dicapai—bukan hanya tahu apa yang tidak diinginkan. Tujuan ini perlu jelas dan terukur, agar kemajuan dapat dievaluasi.
Banyak orang di lingkungan perusahaan merasa gelisah ketika diminta menjalani sesi coaching karena keliru menganggap coaching sebagai proses “memperbaiki masalah”. Mereka takut dinilai bermasalah, atau bahkan mendapat teguran. Ada yang merasa dihakimi, dinasihati, bahkan mendapat surat peringatan setelah coaching—padahal ini bukanlah esensi dari coaching. Walah!
b) Fokus
Terlalu banyak tujuan justru bisa membuat coachee kehilangan fokus. Coach memfasilitasi coachee untuk menyederhanakan dan memperjelas apa yang ingin dicapai agar langkah-langkah yang diambil menjadi fokus dan efektif.
c) Kepemilikan Tujuan (Ownership)
Siapa pemilik tujuan dalam proses coaching? Apakah itu keinginan pribadi coachee, arahan orang tua/orang lain, atau mandat dari atasan? Dalam definisi PPCI, disebutkan bahwa coaching bertujuan untuk mencapai tujuan yang disepakati, baik secara pribadi maupun organisasi.
Sering kali coachee merasa bahwa tujuan datang dari pihak lain—orang tua, teman, atasan, atau organisasi—sehingga tidak merasa bertanggung jawab untuk mencapainya. Meskipun ada dorongan untuk mencapainya, biasanya itu hanya untuk mendapatkan penilaian baik dari luar semata. Di sinilah seni coaching: membangun kembali rasa tanggung jawab (ownership) dalam diri coachee, sehingga berkembang menjadi komitmen dan tanggung jawab sejati terhadap tujuan tersebut.
3. Kemitraan
Kemitraan (partnership) dalam coaching adalah hubungan yang bersifat setara, horizontal, dan bersahabat, yang dilandasi oleh rasa saling menghormati dan menghargai. Seorang coach perlu membangun hubungan yang aman dan penuh kepercayaan, agar coachee merasa nyaman untuk membuka diri, mengeksplorasi zona tidak dikenal, dan menghadapi tantangan tanpa takut disalahkan atau dihakimi.
Coach bukan orang yang lebih tahu, justru coachee-lah yang dianggap paling tahu tentang dirinya sendiri. Coach hanya berperan sebagai fasilitator—teman seperjalanan dalam proses penggalian potensi.
4. Pola Pikir
Pola pikir (mindset) adalah pemicu (driver) dari perilaku seseorang. Mengubah perilaku tanpa mengubah pola pikir hanya akan menghasilkan perubahan sementara saja. Dalam konteks organisasi, sistem reward dan punishment tidak akan efektif jangka panjang bila tidak disertai perubahan mindset. Coaching memfailitasi coachee mengenali dan mentransformasi pola pikir yang mendasari perilaku, karena di sinilah letak kunci transformasi yang sesungguhnya.
Penutup
Coaching adalah proses transformasional, bukan transaksional. Coaching bukan tentang memperbaiki masalah, melainkan memberdayakan potensi untuk mencapai tujuan. Dengan memahami keempat elemen penting—fasilitasi, tujuan, kemitraan, dan pola pikir— coaching menjadi sarana pengembangan manusia seutuhnya lahir batin (inside out), baik pribadi maupun organisasi.
Dituliskan kembali tanggal 9 Juni 2026
Mariani
METAMIND
Meta Coach
Catatan: Disempurnakan dengan bantuan AI dalam penyederhanaan kata tanpa mengurangi esensi dari topik yang ditulis.

Mariani Ng
Recent Posts
Ulang Tahun
- • Mariani Ng - 04 June 2025
Stress Management
- • Mariani Ng - 24 May 2025
Kapan Coach dan Kapan Tidak?
- • Mariani Ng - 10 April 2025
Coaching Hanya Satu Sesi Kah?
- • Mariani Ng - 26 March 2025
Collaborative
- • Mariani Ng - 28 February 2025
Popular Posts
Apa Itu Neuro-Semantics?
- • Mariani Ng - 03 April 2024
Apa itu Meta Coaching?
- • Mariani Ng - 03 April 2024
7 Ketrampilan Dasar Meta Coach
- • Mariani Ng - 20 August 2024
Untuk Apa Neuro Semantics (NS) – NLP Diciptakan?
- • Mariani Ng - 20 August 2024
Apakah Mereka Boleh Berpikir?
- • Mariani Ng - 28 August 2024