Refleksi Self-Actualization #3

Refleksi Self-Actualization #3

  • Denny Ang - 20 August 2024

Self-Actualization Reflections #3

MODEL MODEL BARU DARI ACTUALIZATION UNTUK PERFORMA PUNCAK
(NEW MODELS OF ACTUALIZATION FOR PEAK PERFORMANCES)

 

Sebelum saya mengenal NLP, saya tidak pernah begitu memikirkan tentang ide modelling keahlian, para ahli, atau orang-orang yang paling produktif dan yang paling cerdas. Tetapi ketika saya pertama kali membaca tentang pendekatan modelling, hal itu langsung menjadi masuk akal bagi saya.

"Aduhhhh! [kata saya sambil meletakkan telapak tangan saya di dahi]. Ya, tentu saja! Tidak perlu fokus pada asal-muasal dari setiap masalah dan apa artinya, cukup identifikasi struktur dan strategi keunggulan dan ciptakan ulang hal itu!"

Jadi NLP membangkitkan semangat yang amat ber-resonansi dalam pada diri saya karena mengalihkan fokus dari masalah ke solusi, yang mempercepat pembelajaran dan pengembangan dengan hanya menemukan model-model (orang-orang) hebat atau contoh teladan dan memodel apa yang mereka lakukan dengan baik. Selama tahun-tahun awal saya di NLP, saya menggunakan buku Robert Dilts, NLP: The Structure of Subjective Experience sebagai Kitab NLP saya. Saya mempelajarinya bab demi bab untuk memahami sebaik mungkin bagaimana cara mendapatkan strategi dari sebuah pengalaman.

Ngomong-ngomong tentang kegembiraan! Dimulai dengan asumsi bahwa ada struktur dalam setiap pengalaman, saya merasa seperti seorang anak kecil di pabrik permen. Apa yang harus saya model terlebih dahulu? Pengalaman apa yang paling saya butuhkan? Keahlian apa yang harus saya terapkan dan ciptakan ulang (replikasi) dalam diri saya?

Sebelum saya menemukannya dalam NLP, saya belum pernah mendengar tentang modelling sebagai disiplin atau studi. Saya berasumsi Bandler dan Grinder yang menemukannya. Tetapi tidak. Mereka tidak menemukannya. Dan meskipun ada beberapa publisitas tentang NLP di web yang mengklaim mereka menemukannya, modelling dimulai jauh sebelum NLP. Sebenarnya, Maslow memulai modelling pada tahun 1940-an. Ketika saya membaca tentang upaya Maslow untuk memahami pola-pola dari orang-orang yang self-actualizing pada tahun 1940-an dan bagaimana dia memilih orang-orang sebagai modelnya, saya mulai memahami bagaimana Human Potential Movement telah menciptakan atmosfer intelektual yang di mana NLP tumbuh danberkembang.

Maslow menulis karya masterpiece miliknya, Motivation and Personality pada tahun 1954. Dalam buku itu, ia menyajikan model lengkap mulai dari kebutuhan yang lebih rendah dan yang lebih tinggi, hingga meta-motivasi (meta-motivation), meta-patologi (meta-patologi), meta-kebutuhan (meta-need), meta-nilai (meta-values), meta-dorongan (meta-drives), dan prapoten (prepotency) yang merupakan Hierarchy of Needs-nya. Dia menciptakan semua itu melalui modelling. Dalam karyanya itu, dia juga menjelaskan fokus modellingnya - pengalaman puncak (peak experiences) dan kinerja puncak (peak performances). Dia ingin mengidentifikasi apa yang terjadi di dalam diri orang-orang yang memiliki pengaruh paling besar dan berdampak paling besar di dunia. [Ngomong-ngomong, dia juga sering menggunakan kata "meta" seperti John Grinder, hampir tidak bisa menulis satu paragraf pun tanpa menggunakannya!]

Meskipun ada banyak hal yang luar biasa ini, menurut pendapatku, Maslow mengalami arah yang salah. Apa yang salah dengan Maslow adalah bagaimana jenis kesadaran yang ditemukannya pada orang-orang yang self-actualizing dan yang dia sebut sebagai "peakers" (kesadaran yang menurutnya mistis dan spiritual yang begitu tingginya). Untuk menggambarkan refleksivitas diri dari orang-orang ini dan bagaimana mereka dapat "menjadi satu" dengan objek dari keterikatan mereka, dia mulai menggunakan semakin banyak metafora Timur, simbol-simbol agama, dan terminologi. Pada akhirnya, ini mendorongnya untuk menciptakan istilah "transpersonal" psychology dan, meskipun beliau adalah seorang yang sudah mendeklarasikan bahwa dirinya ateis, namun, hal ini bergerak ke arah itu.

Saya pikir ini mengalihkan perhatiannya dan menyebabkan kekuatan dan fokus Human Potential Movement menjadi tersebar. Ini terjadi, sebagian, karena dia bergerak melampaui "kekuatan ketiga" dalam psikologi (Human Potential Movement) dan fokus pada apa yang beliau sebut sebagai "kekuatan keempat" (Transpersonal Psychology) yang pada akhirnya berkontribusi pada redupnya Human Potential Movement dan akhirnya sebagai sebuah gerakan, hal ini kemudian menghilang. Konsekuensi lainnya dari beliau tidak menyelesaikan karyanya tentang self-actualization dan performa puncak serta beralih ke hal-hal spiritual dan mistis dalam psikologi transpersonal adalah gerakan ini mulai pecah menjadi puluhan, bahkan ratusan kubu yang saling bersaing.

Pada tahun 1985, beberapa pemikir kunci menulis di Jurnal Psikologi Humanistik dan mengatakan dalam Konferensi, bahwa Human Potential Movement tidak pernah mengkristal menjadi Sekolah Psikologi yang nyata dan kehilangan semua momentum dan fokusnya. Menurut pendapat saya, apa yang salah dalam semua keramaian dan kegembiraan pada masa-masa tersebut, ketika begitu banyak pendekatan baru, terapi, dan eksperimen dalam kesadaran manusia. Yaitu, terdapat terlalu banyak pilihan sehingga inti dan jiwa self-actualization tidak dijelaskan secara rinci. Itu tidak diuraikan secara meta-mendetail karena terlalu banyak hal menarik lain yang menarik perhatian mereka.

Maju dengan cepat ke masa sekarang, 35 tahun kemudian. Hampir tidak ada yang berbicara tentang "self-actualization" sebagai sebuah konsep atau struktur performa puncak, dan tidak ada yang kembali kepada model-model awal Maslow untuk menggali semua yang telah terbukti memiliki nilai yang tahan lama. Menyadari itu, pikiran pertama saya adalah,

"Ini peluang yang luar biasa! Saya tidak perlu menemukan ulang roda ini sama sekali. Begitu banyak pekerjaan dasar tentang self-actualization sudah dilakukan. Cukup melihat di mana yang perlu ada sesuatu dan melihat apa yang telah kita pelajari dalam 35 tahun terakhir dan melanjutkan visi yang aslinya."


Sampai saat ini, inilah yang telah saya kerjakan dalam 18 bulan terakhir. Salah satu hasil pertama yang telah ada yaitu penciptaan Kuadran Self-Actualization (Self Actualization Quadrants). Kuadran ini terdiri atas dua sumbu (axes), dua sumbu (axes) yang membentuk inti dan jiwa Neuro-Semantics, yaitu Makna (Meaning) dan Performa (Performance). Menurut saya, ini benar-benar revolusioner.

Apa yang begitu revolusioner tentang perkembangan ini? Hal ini memberikan faktor kunci pada konsep Self-Actualization yang Maslow ketahui tetapi terlewatkan – makna (meaning). Ada beberapa bagian dalam karyanya yang menunjukkan bahwa Maslow berjuang untuk mencari tahu apa satu hal ini, satu hal yang menyebabkan beberapa kebutuhan (makanan, keamanan, cinta, dll.) kehilangan dorongan dan apa yang menyebabkan dorongan yang sama pada orang lain menjadi sangat dominan. Dengan menggunakan psikoanalisis dan sedikit behaviorisme, beliau berusaha untuk "menerangkan" hal-hal tersebut, namun sepanjang waktu mengabaikan peran penting akan makna (meaning) yang kita berikan (attribute) pada hal-hal tersebut.

Tertarik? Bagus, masih ada banyak lagi yang akan datang.


Ditulis oleh : L. Michael Hall, Ph.D. (Co-founder of Neurosemantics)
Diterjemahkan secara bebas oleh Denny Ang (Neurosemantics Trainer) atas seijin penulis.

The Author
Denny Ang