Refleksi Self-Actualization #5

Refleksi Self-Actualization #5

  • Denny Ang - 20 August 2024

Self-Actualization Reflections #5

BAGAIMANA MASLOW MENETAPKAN KERANGKA BERPIKIR KESEHATAN DALAM PSIKOLOGI
(HOW MASLOW SET THE HEALTH FRAME IN PSYCHOLOGY)

 

Sebuah pergeseran paradigma sedang terjadi pada tahun 1940-an ketika Maslow mulai modelling orang yang beraktualisasi. Beliau mendapatkan wawasan ini dari hubungannya dengan Alfred Adler, Ruth Benedict, Max Wertheimer, serta studinya tentang suku Indian Blackfoot di Kanada, dan lain-lain. Kemudian terjadi Perang Dunia Kedua, dan bagi Maslow, peristiwa tersebut memunculkan visi dan misi baru dalam hidupnya. Hasilnya? Beliau menciptakan model motivasi manusia yang baru dan mengubah wajah psikologi dengan karya klasiknya pada tahun 1954, "Motivation and Personality".

Ketika saya pertama kali membaca bukunya pada tahun 1970-an, saya tidak menyadari seberapa radikal atau transformatif karya beliau. Dan ada alasan untuk itu. Pada tahun 1970-an, hierarki kebutuhan Maslow, perbedaan antara kebutuhan tingkat tinggi dan rendah, serta eksplorasi terhadap sisi positif kepribadian manusia, pengalaman puncak, dan self-actualization, telah meresap ke dalam psikologi dan menjadi pengetahuan umum. Itulah sebabnya mengapa dengan cepat "Kekuatan Ketiga" (Third Force) dalam psikologi, yaitu Self-Actualization atau Psikologi Humanistik, mendapat sambutan yang baik.


Pertanyaan menantang yang diajukan oleh beliau dalam karya-karya dan pidatonya yang pertama adalah sebagai berikut:

Apakah kita belum cukup mempelajari bagaimana orang menjadi sakit dan neurotik?
Apa yang kita ketahui tentang bagaimana orang tumbuh, berkembang, menjadi sehat, dan melampaui masalah dan situasi mereka?
Apa yang mungkin bagi manusia?
Apa yang membedakan manusia yang paling sehat, paling matang, dan yang memberikan kontribusi terbesar?

 

Dengan ini, Maslow menetapkan kerangka berpikir kesehatan (health frame) dalam bidang psikologi yang memulai revolusi dalam psikologi, yang hampir menggeser Psikoanalisis dan Behaviorisme (kekuatan pertama dan kedua) ke kursi belakang, hal ini seiring dengan munculnya ratusan terapi dan psikologi baru. Mulai dari Logoterapi (Logotherapy), terapi berpusat yang pada klien (Client Centered Therapy), Terapi Realitas (Reality Therapy), puluhan terapi Kognitif (Cognitive therapies), Terapi Singkat (Brief psychotherapy), Ericksonian, NLP, dan sebagainya, hingga Neuro-Semantics - terdapat ledakan terapi yang dimulai dari premis yang benar-benar baru dan berbeda, yaitu kita diciptakan untuk tumbuh, berkembang, dan beraktualisasi diri (self-actualize), bahwa sifat dasar manusia pada dasarnya baik dan bahwa dengan kondisi yang tepat, orang akan ingin melampaui kebutuhan tingkat rendah menuju kebutuhan ke tingkat yang lebih tinggi.

Hal ini tidak berarti bahwa kerangka berpikir sakit (sick frame) yang Freud dan yang lainnya mulai adalah salah, hanya saja itu terbatas. Lebih jauh lagi, menjadi masuk akal mengapa psikologi dimulai dengan eksplorasi tentang neurosis (neurosis), psikopatologi (psychopathology), dan mental yang tidak sehat (mental ill-health). Dikarenakan, hal tersebutlah yang menjadi kebutuhan yang utama dan yang paling yang dicari – untuk memahami apa yang sedang terjadi pada orang orang yang sedang sakit, tetapi orang orang yang sakit tersebut tidak terlihat ada sumbar sakitnya secara fisik. Freud memulainya dengan histeria.Namun setelah lima puluh tahun pertama dalam psikologi, pengetahuan psikologis tentang manusia, sifat manusia, pertumbuhan dan perkembangan, emosi, kebutuhan, dll., hampir semuanya didasarkan pada
model penyakit (the disease model). Hal ini didasarkan pada studi tentang orang-orang yang terluka dan traumatis. Ihal ini juga tidak didasarkan pada orang-orang yang merupakan contoh terbaik, pria dan wanita superior dalam hal kesehatan mental dan emosional. Inilah yang
kemudian dilakukan oleh Maslow.

Dalam mempelajari Behaviorisme dan bekerja dengan Harry Harlow, peneliti asli dengan monyet dan simpanse, Maslow belajar dan sangat menghargai wawasan Behaviorisme (behaviourism). Kemudian, beliau mempelajari Psikoanalisis dan bekerja dengan Karen Horney, Alfred Adler, dan lainnya. Tetapi kemudian beliau bertemu dua profesor dalam studi pascasarjananya yang tidak dapat dijelaskan dengan semua alat dan model psikologi yang ada: Ruth Benedict dan Max Wertheimer. Mereka terlihat seperti jenis manusia yang berbeda berdasarkan studi psikologinya. Tidak ada prinsip, alat, atau model yang memungkinkan beliau untuk memahami mereka.

Keberadaan dua orang yang beraktualisasi diri (self-actualizing) ini adalah inisiatif awal yang meluncurkan proyek pemodelan beliau. Jadi beliau berusaha memahami dan memodelkan individu yang sehat secara mental dan emosional, self-actualizers, yang beliau kemudian sebut sebagai "peak-experiencers". Dengan cara ini, beliau menetapkan kerangka pertumbuhan dalam psikologi dan mengubah asumsi dan premis psikologi dari model "binatang kejam atau jahat" (cruel or nasty animal) dari Freud menjadi model yang unik untuk manusia.

Ini menciptakan psikologi baru Self-Actualization yang meledak di dunia pada tahun 1960-an tetapi, bersamaan dengan itu, banyaknya faktor budaya yang menciptakan gerakan kontra-budaya pada saat itu dan eksplorasi ke wilayah kesadaran manusia yang lebih dalam. Kemudian kelompok-kelompok pertemuan, kelompok pertumbuhan, terapi yang liar dan gila, dll yang muncul pada saat itu. Hal ini kemudian ditambah dengan kematian Maslow yang tidak tepat waktu pada bulan Juni 1970, semua hal ini membuat gerakan "Kekuatan Ketiga" dalam Psikologi Humanistik tidak pernah menjadi "Sekolah Psikologi" yang lengkap.

Jadi, di sinilah kita berada 35 tahun kemudian dan sungguh mengejutkan— hampir tidak ada yang ditulis atau dikembangkan tentang karya Maslow sepanjang waktu itu. Tanpa seorang pemimpin tunggal yang menggantikan peran Maslow, sementara paradigma baru mengenai sisi terang sifat manusia diterima dengan baik dan sementara banyak jutaan orang tertarik pada aktualisasi diri (self-actualization) — fokusnya tersebar ke dalam ratusan kubu, sekolah, model, dan kepribadian yang bersaing.

Yang tragis adalah bahwa selama semua waktu ini, model-model Maslow tidak berkembang. Juga tidak banyak penelitian yang mengonfirmasi tentang self-actualization. Dalam hal ini, Maslow sangat berhasil dalam mengajak orang untuk keluar dari paradigma lama dan membayangkan segala macam kemungkinan baru dan pada saat yang sama beliau juga benar-benar tidak berhasil memimpin gerakan tersebut.

Apa langkah berikutnya? Apa yang hilang dalam model-model Maslow? Apa yang dapat Neuro-Semantics tambahkan dalam bidang self-actualization? Banyak sekali! Neuro-Semantics dapat menyediakan satu elemen yang terlewatkan oleh Maslow— peran makna dalam psikologi kita.
Neuro-Semantics juga dapat menyelamatkan karya Maslow dari implikasi yang statis dan kaku dari metafora yang digunakan (Hirarki). Neuro-Semantics dapat memberikan remake segar kepada dorongan Maslow akan self-actualization dengan model tersistem (systemic model) dan
mengintegrasikannya dengan karya Csikszentmihalyi tentang “aliran” (flow). Inilah yang telah saya sisipkan dalam lokakarya pelatihan baru ini — The Ultimate Self-Actualization Workshop :Unleashed!



Ditulis oleh : L. Michael Hall, Ph.D. (Co-founder of Neurosemantics)
Diterjemahkan secara bebas oleh Denny Ang (Neurosemantics Trainer) atas seijin penulis.

The Author
Denny Ang