Siapa Saya?

Siapa Saya?

  • Mariani Ng - 20 August 2024

Siapa saya?

Seorang peserta training lari ke arah saya, lalu tepat di depan saya dia bertanya ‘siapa saya? Siapa nama saya?’ sambil menunjuk ke dirinya sendiri. Ekspresi wajahnya serius tampak kebingungan. Saya kaget, namun akhirnya tertawa sendiri setelah tahu bahwa dia ‘dikerjain’ oleh temannya dengan hipnotis.

Siapa saya?

Saya yakin kita semua pasti ingat nama diri masing-masing. Namun ternyata, adapula atribut lain yang ikut melekat bersamaan dengan kelekatan nama tersebut. Bila nama dilekatkan oleh kedua orangtua sejak lahir sebagai doa dan harapan untuk kemudian hari, atribut demi atribut kita lekatkan demi apa? Belum lagi atribut yang dilekatkan oleh orang lain, dalam rangka apa?

Ada satu keluarga 3 bersaudara, dimana ibu mereka selalu membandingkan anak sulung sebagai yang hebat, anak kedua perlu belajar dari si kakak untuk menjaga anak bungsu yang kurang mandiri. Dan kemudian atribut itupun melekat hingga dewasa, yang akhirnya si sulung tumbuh menjadi orang yang ‘hebat’ namun angkuh, anak bungsu terus mencari jati diri karena merasa kurang mandiri, sedangkan anak kedua malah tumbuh lebih dewasa dari kakak dan terus belajar dengan rendah hati. Kelekatan yang tidak disengaja, namun membekas dalam proses tumbuh kembang seorang manusia.

Adapula seorang pria yang selalu galau gundah gulana, tidak jelas kemana arah hidupnya. Ayahnya seorang dokter terkenal, demikian terkenalnya hingga dosen dan teman-teman selalu mengenalinya sebagai anak sang dokter. Ketika lulus SMA, awalnya dia tidak ingin lanjut kuliah ke kedokteran – ingin menjauh dari lingkungan ayahnya yang terkenal tersebut. Namun dia juga tidak berani melawan ayahnya dengan mengambil jurusan seni yang dia minati. Alhasil, sepanjang usianya hingga 42 tahun selalu berada dalam bayang-bayang figur tenar sang ayah, yang kemudian dihantui oleh rasa takut gagal dan mempermalukan sang ayah. Sampai kami bertemu dalam 1 sesi coaching setahun lalu, beliau mengakui bahwa dia hanyalah anak sang ayah yang berusaha tidak menjadi anak durhaka, menjadi boneka sang ayah agar kedua orangtuanya bahagia, senantiasa dalam bayang ketakutan mempermalukan sang ayah, dan lanjut dan lanjut seterusnya. Atribut ini, dilekatkan oleh eksternal atau internal?

Kadang kita merasa tahu siapa diri kita. Namun sebenarnya hanya sekedar mengingat nama yang telah dilekatkan sejak lahir. Dan selanjutnya atribut demi atribut yang dilekatkan, dan kita terima dengan baik karena berharap demikian, atau menerima dengan terpaksa karena tidak bisa menolak. Di atas semua keadaan ini, kita tidak pernah mengenal siapa diri sebenarnya, apa yang kita miliki, apa yang kita kehendaki, apa yang berani kita lakukan, apa yang tidak berani kita tolak, apa yang mungkin salah dan apa yang mungkin benar. Semua adalah karena atribut.

Dari mana saya datang?
Untuk apa saya dilahirkan?
Kemana nanti saya akan pergi?
Everything for a reason.

The Author
Mariani Ng